Cuma blog saya ini tempat yang mungkin saat ini bisa
menampung perasaan dan pikiran saya. Awal bulan Maret benar-benar disuguhkan
dengan ketidakpastian, kebimbangan, dan ke-an yang lain. Begitu bersamaan
dengan beberapa amanah yang ditangguhkan, yang entah kenapa saya tidak punya
keberanian untuk menolak ataupun melimpahkannya keorang lain, dihadapkan juga
dengan sebuah pilihan menyangkut masa depan, resolusi, cita-cita, planning,
harapan, dan segalanya tentang diri ini. Bukan untuk diri ini sendiri, tapi
untuk orang-orang terdekat dan tercinta saya.
Apa saya
terlalu sensitif, terlalu memusingkan, atau terlalu apakah itu. Yang jelas saat
ini, saat saya menulis tulisan ini entah kenapa hati saya terus berkata berat
dan sulit untuk menuntun kemana. Ketika kepala ini terlalu sedikit ruang yang
terluangkan, justru hati ini terlalu luas untuk ditempati. Bahkan “Kosong”. Persis
seperti suatu percakapan saya dengan salah seorang.
Key-in,
masa ini merupakan masa tersulit saat ini untuk mahasiswa yang belum merasakan
apa-apa. Selama hampir 4 smester saya key-in, justru kali inilah pertama
kalinya key-in di Jogja dan menjumpai beberapa kendala. Planning jangka pendek
dan jangka panjang saya yang akhirnya akan berubah ataubahkan bisa patah. Perkiraan
terburuk yang memang jarang saya pikirkan. Mau tidak mau masa studi saya disini
mungkin akan sedikit lebih lama [dari apa yang saya inginkan], setidaknya telah
saya prediksi sebelumnya tapi entah mengapa saat sudah dihadapkan dengan hal
ini saya justru merasa kecil, lemah dan tak bisa berbuat apa-apa.
Tidak ada
yang bermasalah dengan konversi kurikulum, secara nilai tidak jauh berbeda walaupun
sebelumnya berharap mendapat keuntungan. Namun untuk satuhal ini yang sedikit
mengganjal hati ini, membekukan relung hati, memenuhi ruang pikiran kepala ini.
Yakni yang berhubungan dengan waktu. Waktu yang harus diterima sebagai konsekuensi
dari konversi ini. Tidak menjadi masalah bila melihat waktu itu secara sendiri,
tapi jika melihat kebelakang, sekitar 3,5 tahun yang lalu dan mengingat
keluarga dirumah, jujur hati ini menangis.
Berbicara
waktu maka berbicara pula biaya yang akan dikeluarkan, belum lagi konsekuensi
yang diterima dari konversi ini adalah hampir 8 matakuliah harus diambil dan
hampir 6 dari total itu berada di smester genap yang otomatis smester 8. Hal yang
saya takuti adalah waktu tempuh saya di kuliah ini yang dapat menginjak angka 4
tahun lebih. Saya sudah tak dapat menahan diri saya untuk tidak memikirkan ini.
Saya pun tak sanggup untuk berkomunikasi dan mengungkapkan ini pada orang tua. Saya
tak sanggup melihat keriput diwajah mereka, tak sanggup melihat kilau warna
putih yang menghiasi kepala mereka. Jujur saya tak sanggup……….
Belum lagi
mendengar cerita mereka yang selalu mereka utarakan pada saya, tentang
kehidupan kelak, tentang problematika dan tantangan yang sedang dihadapi
keluarga. Ingin rasanya saya untuk memikul itu, ingin sekali untuk menjadi seekor
ayam jago yang memang dimiliki keluarga itu. Sedangkan ini saja saya tidak
bisa. Hanya sekedar mempersingkat waktu yang mereka luangkan untuk memeras
keringat, membuang energi untuk memikirkan saya saja tidak bisa.
TAPI
SAYA ADALAH LAKI-LAKI, SEORANG YANG SIAP MENGARUNGI WAKTU DAN RESIKO YANG LEBIH
TINGGI DARI SEORANG WANITA. DAN MUDAH-MUDAHAN SAYA DIRIDHOKAN ALLAH UNTUK MENGARUNGI JALAN
YANG MEMANG ALLAH TENTUKAN UNTUK SAYA. BUKAN UNTUK MENGARUNGI JALAN YANG SAYA
TENTUKAN UNTUK SAYA SENDIRI.
Saya
yakin, Allah mengetahui isi hati saya ini dan jika Allah meridhoi apa yang saya
yakini ini pasti Ia akan membimbingkan saya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar